Lampung— Pemerintah Provinsi Lampung mengalokasikan anggaran besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lampung. Namun, realisasi penggunaan anggaran ini justru menimbulkan dugaan kuat adanya praktik korupsi, mark-up, dan penyimpangan.
Berdasarkan hasil investigasi, ditemukan indikasi bahwa proyek-proyek yang dibiayai APBD tidak memenuhi spesifikasi teknis yang ditetapkan dalam kontrak. Buruknya kualitas pekerjaan diduga kuat akibat adanya setoran fee proyek sebesar 15% hingga 20% dari nilai pekerjaan kepada oknum di BPBD Lampung.
Berikut rincian beberapa proyek dengan anggaran mencurigakan:
- Pemasangan Baliho Informasi Penanggulangan Bencana (15 unit): Rp 1.220.300.000
- Belanja Alat Sistem Peringatan Dini Bencana (Early Warning System) (74 unit): Rp 5.827.500.000
- Penyediaan Fasilitas Air Bersih (Lampung Tengah dan Pringsewu): Rp 220.000.000
- Pencegahan Bencana Sungai Way Belebuk Totoharjo, Bakauheni, Lampung Selatan: Rp 3.507.268.200
- Pencegahan Bencana Sungai Way Buatan Kelapa Tiga, Lampung Selatan: Rp 1.019.048.000
narasumber yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa anggaran sebesar Rp 11,7 miliar yang digunakan BPBD Lampung tampak tidak masuk akal dan diduga penuh rekayasa.
“Fantastisnya anggaran ini sangat mencurigakan. Dugaan mark-up dan manipulasi data sangat kuat. Misalnya, pemasangan baliho yang menghabiskan Rp 1,2 miliar adalah bentuk pemborosan. Banyak dugaan pengurangan volume dalam pengerjaan proyek BPBD Lampung,” ungkapnya.
Selain itu, lemahnya pengawasan dari pihak terkait, mulai dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), hingga Konsultan Pengawas, semakin memperkuat dugaan bahwa proyek ini sarat permainan kotor. Fakta bahwa proyek-proyek ini tetap lolos meski kualitasnya buruk menandakan adanya kongkalikong antara pejabat terkait dan kontraktor pelaksana.
Dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan juga mencuat. Tidak adanya koordinasi jelas antara kontraktor dan pengawas memperburuk transparansi pengelolaan proyek. Jika terbukti ada penyimpangan, BPBD Lampung bisa dijerat dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang memungkinkan hukuman pidana berat bagi pelakunya.
“Ketidakpatuhan terhadap aturan ini merugikan masyarakat dan menurunkan kepercayaan publik terhadap pengelolaan anggaran pemerintah. Kami mendesak KPK, BPK RI, dan Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan untuk mengusut tuntas dugaan korupsi ini,” tegasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak BPBD Lampung dan Pemerintah Provinsi Lampung belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan penyimpangan anggaran ini-